Buku adalah barang yang perlu selalu dekat dengan Pemimpin. Setuju? well… ada yang iya dan tidak.
“Bukankah bahan bacaan dan ilmu terbesar di internet? Bukankah video YouTube juga banyak yang bagus?”, namun pemikiran kolot dan tradisional saya mengatakan, “Tetap Beda”.
Kalau soal buku, teman-teman suka menyebut saya terlalu konvensional. Buku fisik yang lecek menguning, memenuhi ruangan sampai berantakan. Buat apa ada teknologi? bukankah ebook lebih praktis?!
Pernyataan-pernyataan diatas mengandung dua isu. Pertama, haruskah membaca buku saat sumber ilmu sudah beragam. Kedua, haruskah buku fisik?
Isu pertama sederhana. Ini soal keterampilan literasi, yang nanti akan mempengaruhi bagaimana kita menulis, berpikir, dan bicara. Banyak perputaran informasi di otak yang tak bisa digantikan sekedar mendengar penjelasan (misal nonton YouTube), terutama di satu poin: IMAJINASI.
Meski ada film, kenapa Novel tetap digemari? di film, semua gambar disediakan, suara didengungkan. Novel? kita hanya mengimajinasikannya. Namun di situ poin penting. Saat terbiasa membayangkan sesuatu yang gak ada menjadi ada dalam pikiran, di sanalah orang terlatih untuk kreatif dalam pemecahan masalah secara inovatif.
Jadi mending mana? baca buku tebal atau dengerin penjelasan penulisnya di YouTube? kalo mau lebih inovatif di masa depan, baca buku!
Isu kedua, kenapa fisik? Otak kita menyimpan informasi hasil penginderaan. Ada kualitas indera yang berbeda saat membaca fisik dengan ebook, terutama dua, indera perasa dan membau.
Kualitas informasi saat tangan membalik buku lebih kaya dibanding sekedar jari mengetuk dan scrolling. Apalagi aroma buku, hm… lantas apa hubungannya dengan info di dalam buku?
Itulah rumitnya otak kita, dimana makin kaya bentuk informasinya, makin kuat isi buku tersimpan. Meski tak semua informasi berhubungan langsung isi buku, namun mereka menjadi pengait, terutama memudahkan kita me-recall isi buku saat dibutuhkan suatu hari.
Jadi, Pemimpin musti sering dekat dengan buku fisik, baca buku fisik. Mungkin terdengar kuno, namun yang kuno dan minim unsur tenologi, justru menguatkan mesin dan roda gigi pikiran.
Apalagi jika ditambahin pahitnya kopi, tentu pengalaman membaca akan semakin bermakna.
Selamat membaca, sembari ngopi.
Ditulis oleh:
Surya Kresnanda
@suryakresnanda
0811 2244 111