Di sini seringkali menjadi titik masalah.
Ilmu pasti itu serba lurus. 1 tambah 1 ya 2. Penelitian ilmu pasti seringkali dilakukan diruangan khusus seperti laboratorium, bengkel, dll. menghadapi benda mati yang statis. Semua bisa diukur dengan angka.
Ilmu sosial itu naik-turun. 1 tambah 1 belum tentu 2, bisa jadi yang lain. Penelitiannya sering dilakukan lewat interaksi hidup antar makhluk, dimana sebuah angka tak bisa tetap meski kondisi lingkungannya tetap.
Contoh saja.
Kalau zat A dicampur zat B, jadi zat C. Akan selalu gitu selama kondisi sekitar sama, terkendali dalam batas tertentu. Itu ilmu pasti.
Di ilmu sosial beda, zat A dicampur zat B meski lingkungan sama dan kondisi sama, dilakukan sekarang dan besok bisa jadi beda hasilnya.
Karena itu penelitian ilmu pasti bisa dijadikan prediksi bagus untuk menentukan masa depan. Mengukur masa depan dengan data masa lalu, itu kira-kira bahasa simple nya.
Di ilmu sosial gak se-lurus itu. Data masa lalu seringkali gak banyak membantu untuk pengambilan keputusan. Apa yang dilihat di depan mata alias NOW, lebih penting.
Nah, bagaimana kalau kita memaksakan secara ekstrim ilmu pasti ke dalam ranah sosial?
Misal
setiap perilaku manusia harus bisa diukur dengan angka.
setiap pertumbuhan manusia dalam proses belajar dinilai dari angka.
setiap keberhasilan meraih sesuatu harus ada ukuran kuantitasnya.
seakan diri manusia selalu bisa diprediksi dengan angka-angka dan angka atau ukuran yang rigid.
Dalam melatih, yang lebih penting adalah nilai ujian praktek, ukuran perilaku kasar mata, hasil pencapaian angka penjualan.
Dalam melatih, yang dipikirkan adalah ROI ( Return of Training investment), ROI ROI ROI ROI. Kalau ROI rendah atau negatif, artinya segala program pembelajaran gagal.
Bukan tidak boleh mengukur proses belajar.
Bukankah yang gak bisa diukur gak bisa di-manage? (menurut ahli, yang saya sendiri kadang merasa pendapat ini perlu dikritisi).
Namun saat angka adalah segalanya, disanalah ruh pembelajaran sebagai sebuah PROSES perlahan menghilang, karena interkasi berharga antar manusia yang sejatinya menumbuhkan akar di dalam diri, tak terlihat dan baru akan tampak suatu hari nanti, seakan tak lagi berharga.
Ditulis oleh:
Surya Kresnanda
@suryakresnanda
0811 2244 111