Good is the enemy of great (Collins, 2001)
Banyak Bisnis memberi pelayanan sangat maksimal saat skalanya masih kecil, pelanggan baru sedikit.
Begitu meraih kepercayaan pasar, pelanggan makin banyak, Sang Owner luput membesarkan orang-orang di dalamnya. Ia merasa hal ‘yang biasanya’ sudah berhasil membesarkan bisnisnya. “Lantas kenapa mesti dirubah?” pikirnya.
Walhasil, meski pelanggan makin banyak, kualitas layanan malah menurun. Komplain berdatangan. Nama baik tercoreng. Perlahan-lahan ditinggal, bahkan oleh pelanggan lama yang sudah setia sejak dulu.
Inilah yang disebut Jim Collins sebagai, “Good is the enemy of Great”
Sebuah situasi dimana bisnis justru mengalami titik balik menuju kemunduran dan kehancuran, karena sudah masuk dalam kondisi ‘baik’.
Situasi seperti ini bisa berubah membaik hanya jika perubahan dilakukan top-down, dari Pimpinan atas yang mengambil kebijakan-kebijakan strategis. Kalo di korporasi, jajaran CEO dan lingkaran terdekat-nya. Di UKM, mesti dari Business Owner-nya.
Suara dari bawah bisa membantu, jika memang jajaran atas tadi mau menjadi pendengar yang baik. Bagaimana kalau tidak? maka berbagai upaya perubahan dari bawah hanya bakal menemui tembok status quo tak berujung. Niat baik dari bawah tersebut bisa berpotensi membuat mereka (orang-orang bawah) dimusuhi.
Jangan heran, jika sebuah bisnis dipimpin orang-orang status quo seperti itu, bukan sekedar ditinggal pelanggan setia. Bahkan ia akan kehilangan tim-tim terbaik yang sudah menemaninya sejak awal.
Ditulis oleh:
Surya Kresnanda
@suryakresnanda
0811 2244 111