MENGAPA (TERKADANG) PEMIMPIN TAK DIDENGAR


Setiap Pemimpin bisa bicara, dan dalam kesempatan ia punya hak bicara. Namun pertanyaannya, apakah yang dibicarakan itu, didengar? Jika memang didengar, apakah memberi pengaruh? seberapa besar memberi dampak?

Dalam satu kesempatan, saya berada di titik yang sangat rendah dalam hidup, dan nasehat seorang teman menyalakan api harapan, membawa saya merangkak naik, bergerak, menguat, hingga seperti sekarang. Uniknya, saat saya ceritakan betapa kata-kata dia kala itu berpengaruh, dia malah bilang, “Ohya? sebesar itu ya pengaruhnya ke kamu? aku aja gak nyangka”

Jika mengambil definisi kepemimpinan dari John C. Maxwell bahwa ‘Kepemimpinan adalah pengaruh’, artinya Sang Teman tadi telah sukses memimpin saya, meskipun tak disadari.

Bagaimana perkataannya bisa begitu berpengaruh pada saya? Ini yang menjadi kajian pribadi setelah kejadian tersebut. Karena teman saya ini, cara ngomongnya biasa, bahasanya pun sehari-hari banget. Gak ada kalimat motivasi indah ala motivator mahal.

Apa yang saya temukan? Ternyata dua hal, dan itu menjadikan pengaruhnya begitu kuat. Teman saya tadi:

  1. MENYAMPAIKAN NASEHAT YANG BENAR-BENAR DIYAKININYA
  2. DENGAN TUJUAN LEBIH BESAR DARI SEKEDAR DIRINYA SENDIRI.

Yap. Nasehatnya masuk begitu kuat. Karena teman saya memang meyakini nasehat itu sebagai sesuatu yang benar dan layak diperjuangkan. Bukan sekedar cuplikan dari buku atau orang lain. Bukan juga atas dasar ikut-ikutan seperti nasehat si anu dan si itu.

Semua itu disampaikan, bukan karena dia ingin didengar. Sama sekali enggak. Saat itu tak ada AKU dalam niatnya. Semua adalah tentang bagaimana agar saya menjadi lebih baik. Dengan begitu ia bisa menyampaikan nasehat secara lebih jujur, lebih terbuka, apa adanya, tanpa sugarcoating, lebih asertif, bahkan gak ada urusan dengan apakah saya bakal benci sama dia apa enggak setelah nasehat disampaikan. Semua tulus, demi saya. Ketulusan itu juga terasa.

Jika kita kaji terbalik, kebalikan dari keduanya-lah yang bikin seringkali bicara kita tidak didengar, sehingga gagal memberi pengaruh.

1. Kita bicara tentang sesuatu yang kita sendiri gak yakin. Cenderung ikut-ikutan tidak orisinil dan tidak berenergi sama sekali.

2. Kita bicara karena pengen didengarkan. Ironisnya ya… saat kita berharap didengarkan. justru ini mengurangi ketakutan pesan yang membuat orang ingin mendengarkan kita. Karena pada akhirnya, segalanya tentang SAYA, SAYA, SAYA. Sangat minim ketulusan untuk membantu orang lain disana.

Inilah kenapa, Saat Pemimpin ingin memberi pengaruh, bukan teknik yang pertama kali perlu dibenahi.

Untuk bisa berpengaruh, Pemimpin perlu yakin betul, apa maunya? apa yang sedang diperjuangkan? kenapa itu penting diperjuangkan? semuanya membentuk identitas, menjadikan seorang Pemimpin menjadi OTENTIK.

Dengan menjadi otentik, Pemimpin sudah punya setengah modal yang dibutuhkan untuk memberi pengaruh secara efektif.

Ditulis oleh :

Surya kresnanda
@suryakresnanda
0811 2244 111


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *